Selasa, 27 November 2012

Makalah bahasa baku & tidak baku



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1             Latar Belakang

Bahasa merupakan salah satu alat untuk mengadakan interaksi terhadap manusia yang lain. Jadi bahasa tersebut tidak dapat dipisahkan dengan manusia. Dengan adanya bahasa kita kita dapat berhubungan dengan masyarakat lain yang akhirnya melahirkan komunikasi dalam masyarakat.
Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam pengguanaanya, namun dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata yang menyimpang disebut kata non baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan. Faktor ini mengakibabkan daerah yang satu berdialek berbeda dengan dialek didaerah yang lain, walaupun bahasa yang digunakannya terhadap bahasa Indonesia.
Saat kita mempergunakan bahasa Indonesia perlu diperhatikan dan kesempatan. Misalnya kapan kita mempunyai ragam bahasa baku dipakai apabila pada situasi resmi, ilmiah. Tetapai ragam bahasa non baku dipakai pada situas santai dengan keluarga, teman, dan di pasar, tulisan pribadi, buku harian. Ragam bahasa non baku sama dengan bahasa tutur, yaitu bahasa yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari terutama dalam percakapan
Sebagai bahasa yang hidup, bahasa Indonesia telah dan akan terus mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan masyarakat pemakainya. Luasnya wilayah pemakaian bahasa Indonesia dan keanekaragaman penuturnya serta cepatnya perkembangan masyarakat telah mendorong berkembangnya berbagai ragam bahasa Indonesia dewasa ini. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh kelompok-kelompok masyarakat penutur yang berbeda latar belakangnya baik dari segi geografis maupun dari segi sosial menyebabkan munculnya berbagai ragam kedaerahan (ragam regional) dan sejumlah ragam sosial.
Salah satu jenis ragam sosial yang bertalian dengan pokok bahasan makalah ini adalah ragam bahasa Indonesia yang lazim digunakan oleh kelompok yang menganggap dirinya terpelajar. Ragam ini diperoleh melalui pendidikan formal di sekolah. Karena itu, ragam ini lazim juga disebut ragam bahasa (Indonesia) sekolah. Ragam ini juga disebut ragam (bahasa) tinggi. Dalam kaitan ini patut dicatat bahwa bahasa Melayu yang diikrarkan sebagai bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 tentulah ragam bahasa Melayu Tinggi pada waktu itu. Ragam bahasa kaum terpelajar itu biasanya dianggap sebagai tolok untuk pemakaian bahasa yang benar. Oleh karena itulah maka ragam bahasa sekolah itu disebut juga (ragam) bahasa baku (lihat Alwi et al. 1993).
Mengingat ragam bahasa baku itu digunakan untuk keperluan berbagai bidang kehidupan yang penting, seperti penyelenggaraan negara dan pemerintahan, penyusunan undang-undang, persidangan di pengadilan, persidangan di DPR dan MPR, penyiaran berita melalui media elektronik dan media cetak, pidato di depan umum, dan, tentu saja, penyelenggaraan pendidikan, maka ragam bahasa baku cenderung dikaitkan dengan situasi pemakaian yang resmi. Dengan kata lain, penggunaan ragam baku menuntut penggunaan gaya bahasa yang formal.
Dalam hubungan dengan gaya itu, perlu dicatat perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulisan. Dari segi gaya, ragam bahasa tulisan cenderung kata-katanya lebih terpilih dan kalimat-kalimatnya lebih panjang-panjang, tetapi lebih tertata rapi. Dengan kata lain, persoalan lafal yang menjadi persoalan pokok makalah ini tidak berkaitan langsung dengan perbedaan ragam bahasa Indonesia lisan dan ragam bahasa Indonesia tulisan. Lafal bahasa Indonesia yang dipersoalkan dalam makalah ini adalah lafal (baku) yang dianggap baik untuk digunakan ketika berbahasa Indonesia baku dengan memakai bunyi sebagai sarananya baik dengan cara berbicara maupun dengan cara membaca.


1.2             Tujuan
a.       Untuk memahami cirri-ciri bahasa baku dan tidak baku
b.      Untuk membedakan antara bahasa baku dan tidak baku

































BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Fungsi Bahasa Baku

            Terdapat empat fungsi utama bahasa baku, yaitu :
2.1.1 Sebagai bahasa kebangsaan, bahasa yang melambangkan kedaulatanNegara kita.      Hakikat ini termasuk dalam perlembagaan   perkara 152.
2.1.2 Sebagai bahasa perpaduan, yaitu asas yang digunakan untuk menyatukan rakyat yang berbilang kaum.Tugas ini diharap dapatdilaksanakan melalui Dasar Pendidikan Negara. Dasar ini berasaskan dua dokumen penting yaitu Penyata Razak (1956) dan Laporan Rahman Talib (1960). Antara aspek yang ditekankan dalam pendidikan Negaralah penggunaan bahasa melayu sebagai bahasa pengantar disekolah-sekolah dan institusi-institusi pengajian kerajaan yang lain.Melalui penggunaan satu bahasa yang sama diharap akan melahirkan masyarakat Malaysia yang bersatu padu.
2.1.3 Sebagai bahasa ilmu pengetahuan yang digunakan di institusi-insitusi pendidikan. Bahasa Melayu berfungsi sebagai saluran untuk menyampaikan ilmu dan sekaligus menjadi asas pembinaan yang tinggi.
2.1.4 Sebagai bahasa komunikasi Negara. Dalam konteks ini bahasa digunakan untuk komunikasi dalam media massa, dan sebagai alat perhubungan antar warganegara.









2.2  Ciri-ciri Bahasa Baku
Yang dimaksud dengan bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok, yang diajukan dasar ukuran atau yang dijadikan standar.
 Ragam bahasa ini lazim digunakan dalam:
2.2.1        Komunikasi resmi, yakni dalam surat menyurat resmi, surat menyurat dinas, pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi, perundang-undangan, penamaan dan peristilahan resmi, dan sebagainya.
2.2.2        Wacana teknis seperti dalam laporan resmi, karang ilmiah, buku pelajaran, dan sebagainya.
2.2.3      Pembicaraan didepan umum, seperti dalam ceramah, kuliah, pidato dan sebagainya.
2.2.4         Pembicaraan dengan orang yang dihormati dan sebagainya. Pemakaian (1) dan (2) didukung oleh bahasa baku tertulis, sedangkan pemakaian (3) dan (4) didukung oleh ragam bahasa lisan. Ragam bahasa baku dapat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
















2.3 Perbedaan Antara Bahasa Baku dan Tidak Baku   
Sih, nih, tuh, dong, merupakan sebagian dari partikel-partikel bahasa tidak baku yang membuatnya terasa lebih “hidup” dan membumi, menghubungkan satu anak muda dengan anak muda lain dan membuat mereka merasa berbeda dengan orang-orang tua yang berbahasa baku. Partikel-partikel ini walaupun pendek-pendek namun memiliki arti yang jauh melebihi jumlah huruf yang menyusunnya. Kebanyakan partikel mampu memberikan informasi tambahan kepada orang lain yang tidak dapat dilakukan oleh bahasa Indonesia baku seperti tingkat keakraban antara pembicara dan pendengar, suasana hati/ekspresi pembicara, dan suasana pada kalimat tersebut diucapkan.

2.3.1 Deh/ dah
Deh/ dah asalnya dari kata sudah yang diucapkan singkar menjadi deh/ dah atau udah.    Namun dalam konteks berikut, deh/ dah ini sebagai penekanan atas pernyataan.
- Bagaimana kalau …
Coba dulu deh. (tidak menggunakan intonasi pertanyaan) – Bagaimana kalau dicoba dahulu?
Besok pagi aja deh. – Bagaimana kalau besok pagi saja?
- Saya mau …
Lagi deh. – Saya mau lagi.
Yang biru itu deh. – Saya mau yang biru itu saja.
Aku pergi deh. – Saya mau pergi dahulu.
2.3.2  Dong
Partikel dong digunakan sebagai penegas yang halus atau kasar pada suatu pernyataan yang akan diperbuat.
- Tentu saja …
Sudah pasti dong. – Sudah pasti / Tentu saja.
Mau yang itu dong – Tentu saja saya mau yang itu.
- Kata perintah atau larangan yang sedikit kasar / seruan larangan.
Maju dong! – Tolong maju, Pak/Bu.
Pelan-pelan dong! – Pelan-pelan saja, Kak/Dik.
2.3.3 Eh
- Pengganti subjek, sebutan untuk orang kedua.
Eh, namamu siapa? – Bung, namamu siapa?
Eh, ke sini sebentar. – Pak/Bu, ke sini sebentar.
Ke sini sebentar, eh. – Ke sini sebentar, Bung.
- Membetulkan perkataan sebelumnya yang salah.
Dua ratus, eh, tiga ratus. – Dua ratus, bukan, tiga ratus.
Biru, eh, kalau tidak salah hijau. – Biru, bukan, kalau tidak salah hijau.
- Mengganti topik pembicaraan
Eh, kamu tahu tidak … – Omong-omong, kamu tahu tidak …
Eh, jangan-jangan … – Hmm… jangan-jangan …
- Berdiri sendiri: menyatakan keragu-raguan
Eh…
Selain ‘eh’ sebagai sebutan untuk orang kedua, partikel ini biasanya tidak dapat dipakai di akhir kalimat lengkap.
2.3.4  Kan
- Kependekan dari ‘bukan’, dipakai untuk meminta pendapat/penyetujuan orang lain (pertanyaan).
Bagus kan? – Bagus bukan?
Kan kamu yang bilang? – Bukankah kamu yang bilang demikian?
Dia kan sebenarnya baik. – Dia sebenarnya orang baik, bukan?
- Jika dirangkai dalam bentuk “kan … sudah …” menyatakan suatu sebab yang pasti (pernyataan).
Kan aku sudah belajar. – Jangan khawatir, aku sudah belajar.
Dia kan sudah sabuk hitam. – Tidakkah kamu tahu bahwa dia sudah (memiliki tingkatan) sabuk hitam.
- Berdiri sendiri: menyatakan dengan nada kemenangan “Lihatlah, bukankah aku sudah bilang demikian”
Kan…
2.3.5  Kok
- Kata tanya pengganti ‘Kenapa (kamu)’
Kok kamu terlambat? – Kenapa kamu terlambat?
Kok diam saja? – Kenapa kamu diam saja?
Kok dia mukanya masam? – Kenapa dia mukanya masam?
Kok aku tidak percaya kamu? – Kenapa aku tidak dapat mempercayaimu?
          - Memberi penekanan atas kebenaran pernyataan yang dibuat.
Saya dari tadi di sini kok. – Saya mengatakan dengan jujur bahwa dari tadi saya ada di sini.
Dia tidak mencurinya kok. – Saya yakin bahwa dia tidak mencurinya.
- Berdiri sendiri: menyatakan keheranan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata
Kok???
2.3.6  Lho/Loh
- Kata seru yang menyatakan keterkejutan. Bisa digabung dengan kata tanya. Tergantung intonasi yang digunakan, partikel ini dapat mencerminkan bermacam-macam ekspresi.
Lho, kok kamu terlambat? – Kenapa kamu terlambat? (dengan ekspresi heran)
Loh, apa-apaan ini! – Apa yang terjadi di sini? (pertanyaan retorik dengan ekspresi terkejut/marah)
Lho, aku kan belum tahu? – Aku sebenarnya belum tahu. (dengan ekspresi tidak bersalah)
Loh, kenapa dia di sini? – Kenapa dia ada di sini? (dengan ekspresi terkejut)
          - Kata informatif, untuk memastikan / menekankan suatu hal.
Begitu lho caranya. – Begitulah caranya.
Nanti kamu kedinginan loh. – Nanti kamu akan kedinginan (kalau tidak menggunakan jaket, misalnya).
Aku mau ikut lho. – Aku mau ikut, tahu tidak?.
Ingat loh kalau besok libur. – Tolong diingat-ingat kalau besok libur.
Jangan bermain api lho, nanti terbakar. – Ingat, jangan bermain api atau nanti akan terbakar.
         - Berdiri sendiri: menyatakan keheranan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata
Lho???
2.3.7 Nih/ ni
- Kependekan dari ‘ini’.
Nih balon yang kamu minta. – Ini (sambil menyerahkan barang). Balon yang kamu minta.
Nih, saya sudah selesaikan tugasmu. – Ini tugasmu sudah saya selesaikan.
(I)ni orang benar-benar tidak bisa dinasehati – Orang ini benar-benar tidak bisa dinasehati
- Tergantung intonasi yang digunakan, partikel ini dapat mencerminkan bermacam-macam ekspresi (umumnya tentang keadaan diri sendiri).
Cape, nih. – Saya sudah lelah. (dengan ekspresi lelah)
Saya sibuk, nih. – Saya baru sibuk, maaf. (dengan ekspresi menolak tawaran secara halus)
Sudah siang, nih. – Sekarang sudah siang. Ayo lekas …
- Untuk memberi penekanan pada subjek orang pertama
Saya nih yang tahu jawabannya. – Hanya saya yang tahu jawabannya.
Aku nih sebenarnya anak konglomerat. – Aku ini sebenarnya anak konglomerat.
- Berdiri sendiri: memberikan/menyerahkan sesuatu kepada orang lain
Nih.
2.3.8 Sih
- Karena …
Dia serakah sih. – Karena dia serakah. (dengan ekspresi mencemooh)
Kamu sih datangnya terlambat. – Karena kamu datang terlambat. (dengan ekspresi menyesal)
- Digunakan tepat setelah sebuah kata tanya yang artinya kurang lebih “Sebenarnya …”
Tadi dia bilang apa sih? – Sebenarnya apa yang dia katakan tadi?
Berapa sih harganya? – Sebenarnya berapa harganya?
Apa sih yang dia mau? – Sebenarnya apa yang dia mau? (dengan ekspresi jengkel)
Maumu kapan sih? – Sebenarnya kapan yang kamu mau?
- Membedakan seseorang dari sekumpulan orang.
Tetanggaku semuanya miskin, tapi orang itu sih kaya. – Orang itu lebih kaya daripada yang lain.
Aku sih tidak akan terjebak, kan aku sudah belajar banyak. – (Yang lain boleh terjebak,) Saya pasti tidak akan terjebak, sebab saya sudah belajar banyak.
- Kata yang mengakhiri satu pernyataan sebelum memulai pernyataan yang bertentangan.
Mau sih, tapi ada syaratnya. – Saya mau tetapi ada syaratnya.
Saya bisa sih, cuma ada beberapa yang ragu-ragu. – Saya bisa tetapi ada beberapa yang saya masih ragu-ragu.
Itu saya sih, tapi saya tidak bermaksud melukainya. – Itu sebenarnya saya, tetapi saya tidak bermaksud melukainya.
Kalau aku sih tenang-tenang saja. – Kalau saya sekarang ini tenang-tenang saja.
2.3.9  Tuh/ tu
- Kependekan dari ‘itu’, menunjuk kepada suatu objek
Lihat tuh hasil dari perbuatanmu. – Lihat itu, itulah hasil dari perbuatanmu.
Tuh orang yang tadi menolongku. – Itu lihatlah, itu orang yang menolongku.
- Tergantung intonasi yang digunakan, partikel ini dapat mencerminkan bermacam-macam ekspresi (umumnya tentang keadaan orang lain).
Kelihatannya dia sudah sembuh, tuh. – Lihat, nampaknya dia sudah sembuh.
Tuh, kamu lupa lagi kan? – Lihat, kamu lupa lagi bukan?
Ada yang mau, tuh. – Lihat, ada yang mau (barang tersebut).
- Untuk memberi penekanan pada subjek orang kedua atau ketiga.
Dia tuh orangnya tidak tahu diuntung. – Dia sebenarnya orang yang tidak tahu berterima kasih.
Kalau jadi orang seperti Bapak camat tuh. – Jadilah seseorang seperti Bapak camat.
Kamu tuh terlalu baik. – Kamu orang yang terlalu baik.
- Berdiri sendiri: menunjukkan sesuatu kepada orang lain
Tuh.
2.3.10 Ya
Ya di sini tidak selalu berarti persetujuan. Beberapa penggunaan partikel ‘ya’:
- Kata tanya yang kurang lebih berarti “Apakah benar …?”
Rapatnya mulai jam delapan ya? – Apakah benar rapatnya mulai jam delapan?
Kamu tadi pulang dulu ya? – Apakah benar tadi kamu pulang dulu?
- Kalau bukan ini, ya itu
Kalau tidak mau, ya tidak masalah. – Kalau tidak mau tidak masalah.
Kalau mau, ya silakan. – Kalau mau silakan (ambil / ikut / beli / dll.)
- Sebagai awal kalimat digunakan tepat setelah sebuah kalimat dengan nada bertanya.
Mahal? ya jangan beli. – Kalau mahal jangan dibeli.
Apa? (dengan ekspresi tidak percaya) Ya jangan mau dong. – Apa? Kalau begitu jangan mau.
Apa kamu bilang? Ya dilawan dong. – Apa kamu bilang? Tahu begitu seharusnya kamu melawan.
- Berdiri sendiri: lawan kata ‘tidak’; kependekan dari ‘iya’; menyatakan persetujuan
Ya.
2.3.11 Yah
Selalu menyatakan kekecewaan dan selalu digunakan di awal kalimat atau berdiri sendiri.
Yah…
Yah, kamu sih – Ini karena kamu



















2.4 Penggunaan Kaidah Tata Bahasa          
Kaidah tata bahasa normatif selalu digunakan secara ekspilisit dan konsisten.
2.4.1  Pemakaian awalan me- dan awalan ber- secara ekpilisit dan konsisten.
    Misalnya:
    Bahasa baku
   ●  Gubernur meninjau daerah kebakaran.
   ●  Pintu pelintasan kereta itu kerja secara otomatis.
2.4.2  Pemakaian kata penghubung bahwa dan karena dalam kalimat majemuk secara ekspilisit. Misalnya:
Bahasa Baku
●  Ia tidak tahu bahwa anaknya sering bolos.
●  Ibu guru marah kepada Sudin, ia sering bolos.
2.4.3  Pemakaian pola frase untuk peredikat: aspek+pelaku+kata kerja secara
konsisten. Misalnya:
Bahasa Baku
●  Surat anda sudah saya terima.
●  Acara berikutnya akan kami putarkan lagu-lagu perjuangan.
Bahasa Tidak Baku
●  Surat anda saya sudah terima.
●  Acara berikutnya kami akan putarkan lagu-lagu perjuangan.
2.4.4  Pemakaian konstruksi sintensis. Misalnya:
Bahasa Baku                        Bahasa Tidak Baku
● anaknya                            ● dia punya anak
● membersihkan                  ● bikin bersih
● memberitahukan               ● kasih tahu
● mereka                              ● dia orang
2.4.5 Menghindari pemakaian unsur gramatikal dialek regional atau unsure gramatikal bahasa daerah. Misalnya:
Bahasa Baku
● Dia mengontrak rumah di Kebayoran lama
● Mobil paman saya baru
Bahasa Tidak Baku
● Paman saya mobilnya baru.
Penggunaan Kata-Kata Baku
­­­        Masuknya kata-kata yang digunakan adalah kata-kata umum yang sudah
lazim digunakan atau yang perekuensi penggunaanya cukup tinggi. Kata-kata yang
belum lazim atau masih bersifat kedaerahan sebaiknya tidak digunakan, kecuali
dengan pertimbangan- pertimbangan khusus.
  

     Misalnya:
Bahasa Baku                            Bahasa Tidak Baku
● cantik sekali                          ● cantik banget
● lurus saja                               ● lempeng saja
● masih kacau                          ● masih sembraut
● uang                                      ● duit
 Penggunaan Lafal Baku Dalam Ragam Lisan
Hingga saat ini lafal yang benar atau baku dalam bahasa Indonesia belum
pernah ditetapkan. Tetapi ada pendapat umum bahwa lafal baku dalam bahasa
Indonesia adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau lafl daerah.
Misalnya:
Bahasa Baku                Bahasa Tidak Baku
● atap                          ● atep
● menggunakan          ● menggaken
● pendidikan               ● pendidi’an

 Faktor Penunjang dan Penghambat Pertumbuhan Lafal Baku
Dengan faktor pendukung pertumbuhan lafal baku di sini dimaksudkan semua faktor yang dianggap memberikan dampak positif terhadap kehadiran lafal baku bahasa Indonesia. Sebaliknya, faktor penghambat pertumbuhan lafal baku adalah semua faktor yang dianggap memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan/kehadiran lafal baku bahasa Indonesia. Oleh karena itu, pembicaraan pada seksi ini akan mencoba mengidentifikasi beberapa isu atau masalah yang bertalian dengan lafal baku kemudian melihat apa segi positifnya dan apa segi negatifnya. Masalah yang bertalian dengan lafal baku yang akan disorot dalam hubungan ini meliputi:
  1. isu persatuan dan kesatuan,
  2. isu pendidikan
  3. isu kesempatan kerja
  4. isu keunggulan bahasa baku
  5. isu demokrasi dalam bahasa
Pada dasarnya isu tersebut membawa perubahan yang sangat signifikan pada cara lafal baku, hal ini mungkin saja akan terus berpengaruh pada tata cara lafal bahasa in donesia, yang akan berlanjut ke masa yang akan datang, kecuali bila kita beerfikir secara rasio untuk memperbiaki bahasa innonesia yang merupaakan bahasa pemersatu kita.
                       


2.5            Contoh Kata Baku dan Tidak Baku

1. aktif = aktip
2. ambulans = ambulan
3. analisa = analisis
4. andal = handal
5. anggota = angauta
6. antre = antri
7. apotik = apotek
8. asas = azas
9. atlet = atlit
10. bus = bis
11. berpikir = berfikir
12. cabai = cabe, cabay
13. cenderamata = cinderamata
14. daftar = daptar
15. definisi = difinisi
16. depot = depo
17. detail = detil
18. diagnosis = diagnosa
19. diferensial = differensial
20. dipersilakan = dipersilahkan
21. disahkan = disyahkan
22. ekspor = eksport
23. ekstrem = ekstrim
24. ekuivalen = ekwivalen
25. embus = hembus
26. esai = esei
27. formal = formil
28. februari = pebruari
29. fiologi = phiologi
30. fisik = phisik
31. foto = photo
32. fondasi = pondasi
33. frekuensi = frekwensi
34. hafal = hapal
35. hakikat = hakekat
36. hierarki = hirarki
37. hipotesis = hipotesa
38. insaf = insyaf
39. ikhlas = ihlas
40. impor = import
41. istri = isteri
42. ijazah = ajasah, ijasah
43. izin = ijin
44. imbau = himbau
45. isap = hisap
46. jaman = zaman
47. jenazah = jenasah
48. justru = justeru
49. karier = karir
50. kaidah = kaedah
51. kategori = katagori
52. khotbah = khutbah
53. konferesi = konperensi
54. kongres = konggres
55. kompleks = komplek
56. kualifikasi = kwalifikasi
57. kualitas = kwalitas
58. kuantitatif = kwantitatif
59. koordinasi = koordinir
60. manajemen = menejemen
61. manajer = menejer
62. masalah = masaalah
63. masjid = mesjid
64. merek = merk
65. meterai = meterei
66. metode = metoda
67. miliar = milyar
68. misi = missi
69. mulia = mulya
70. mungkir = pungkir
71. museum = musium
72. narasumber = nara sumber
73. nasihat = nasehat
74. November = Nopember
75. objek = obyek
76. objektif = obyektif
77. paspor = pasport
78. peduli = perduli
79. praktik = praktek
80. provinsi = propinsi
81. putra = putera
82. profesor = proffesor
83. ramadhan = ramadan
84. risiko = resiko
85. saraf = syaraf
86. sekadar = sekedar
87. silakan = silahkan
88. sistem = sistim
89. saksama = seksama
90. standardisasi= standarisasi
91. subjek = subyek
92. subjektif = subyektif
93. teknik = tehnik
94. teknologi = tehnologi
95. terampil = trampil
96. telantar = terlantar
97. ubah = rubah
98. utang = hutang
99. varietas = varitas
100.  zaman = jaman
















BAB III
PENUTUP

Simpulan
Pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah bahasa yang dibakukan atau yang dianggap baku adalah pemakaian bahasa Indonesia baku dengan benar adalah pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah bahasa atau gramatikal bahasa baku.

Sebaliknya pemakaian bahasa Indonesia nonbaku dengan benar adalah pemakaian bahasa yang tidak mengikuti kaidah bahasa atau gramatikal baku, melainkan kaidah gramatikal nonbaku. Pemakaian bahasa Indonesia baku dengan baik adalah pemakaian bahasa Indonesia yang mengikuti atau sesuai dengan fungsi pemakaian bahasa baku. Pemakaian bahasa Indonesia nonbaku dengan baik adalah pemakaian bahasa yang tidak mengikuti atau sesuai dengan fungsi pemakaian bahasa Indonesia nonbaku.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar